Rabu, 04 April 2018

KEBIASAAN/ KONVENSI


   Hukum modern yang berkembang dalam ketentuan-ketentuan normatif
ternyata tidak cukup untuk mengakomodasi segala perkembangan yang
dibutuhkan dalam praktik. Oleh karena itu, kehidupan administrasi negara
secara alamiah selalu berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri. Salah satu
pemenuhan terhadap pengaturan dalam kehidupan administrasi negara sehari￾hari adalah timbulnya kebiasaan-kebiasaan yang timbul dalam praktik
keseharian. Kebiasaan-kebiasaan ini bahkan justru mengisi hal-hal yang
selama ini tidak diatur dalam hukum administrasi negara formal. Namun,
tentu saja kebiasaan tersebut bukan berada pada posisi menggantikan atau
melanggar hukum-hukum yang ada. Kebiasaan itu hanya bersifat
komplementer dari pengaturan yang sudah ada. Itu pun karena hukum tidak
secara sempurna mengatur secara menyeluruh.

   Dalam praktik, sering ditemui kebiasaan-kebiasaan yang dianggap
sebagai sesuatu yang terus-menerus dilakukan dan akhirnya berbagai pihak
menganggap hal itu sebagai suatu kewajiban. Kemudian, kebiasaan itu
menjadi melembaga dalam kehidupan hukum administrasi negara sehari-hari
sehingga jelas ada dua hal yang mendasari kebiasaan sebagai sumber hukum:
a. perbuatan kebiasaan tersebut terus-        menerus dilakukan oleh berbagai
pihak;
b. perbuatan kebiasaan tersebut dianggap sebagai kewajiban oleh berbagai
pihak.

   Salah satu kebiasaan yang sebenarnya tidak ada aturan yang mendasari,
tetapi karena seringnya dilakukan oleh berbagai pihak, kemudian dianggap
sebagai suatu hukum, adalah kebiasaan para administrator dalam setiap
membuat keputusan. Mereka sering menambahkan kalimat, “akan dilakukan
perbaikan seperlunya apabila di kemudian hari ditemukan adanya kesalahan.”

   Kalimat tersebut tidak ada dalam aturan hukum administrasi negara di
Indonesia. Akan tetapi, hal itu sudah menjadi kelaziman bahwa setiap surat
keputusan harus diakhiri dengan kalimat di atas. Bahkan, muncul anggapan
bahwa suatu keputusan akan menjadi cacat jika tidak mencantumkan kalimat
tersebut.

   Kebiasaan seperti itu kemudian melembaga dan muncul sebagai dasar
hukum yang digunakan oleh administrator untuk melakukan perubahan jika
ternyata di kemudiaan hari terdapat kesalahan. Padahal, tanpa menambahkan
kalimat tersebut, sebenarnya tetap terdapat hak dan kewenangan bagi
administrator untuk melakukan perubahan atas surat keputusan yang
diterbitkannya jika ditemui kesalahan atau kekeliruan. Dengan perkataan lain,
tambahan kalimat tersebut sama sekali tidak menimbulkan hak bagi
administrator untuk melakukan perubahan sebab hak untuk melakukan revisi
atas keputusan yang diterbitkan merupakan kewenangan yang melekat pada
administrator

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERGOLAKAN NALAR YANG MERONGRONG KETENTRAMAN

   Dalam keseharianku nalarku menyeretku terjun terombang ambing bak ombak yang di terjang badai yang hebat menghantam tanpa henti, nal...